Senin, 03 Oktober 2016

Laporan Bacaan Buku Studi Masyarakat Indonesia Bab I





LAPORAN BACAAN
BAB I



Identitas Buku
Judul                        : Studi Masyarakat Indonesia
Penulis                     : Dr. Eko Handoyo, M.Si., dkk
Terbitan I                 : Unnes Press 2007
Diterbitkan kembali : Ombak, Yogyakarta 2015
Tebal                        : 206 halaman

I. Pendahuluan

Didalam buku “Studi Mayarakat Indonesia” karya Dr. Eko Handoyo, dkk, dengan tebal 206 halaman ini, terdapat tujuh bab utama, yaitu (1) Heterogenitas Masyarakat Indonesia, (2) Pendidikan Multikultural, (3) Sistem Sosial Indonesia, (4) Sistem Budaya Indonesia, (5) Perubaha Sosial Budaya Indonesia, (6) Integrasi dan Konflik, (7) Lingkungan Hidup, Penduduk, Budaya, dan Etika Hidup, kemudian terakhir (8) Gender dan Pembangunan. Setiap babnya terdiri dari beberapa sub-bab, sehingga akan dijelaskan secara detail sehingga anda dapat mempelajari masyarakat Indonesia.

II. Laporan Bagian Bab I

Pada laporan ini, akan dibahas bagian buku yang merupakan bab pertama dari buku berjudul “Studi Masyarakat Indonesia” karya Dr. Eko Handoyo, dkk, yang  memiliki total halaman sebanyak 21 halaman. 

Bab pertama pada buku ini dibahas heterogenitas masyarakat Jawa, yang dibagi menjadi empat sub-bab, diantaranya (1) Masyarakat Indonesia, (2) Struktur Masyarakat Indonesia, (3) Kemajemukan Etnik di Indonesia, dan (4) Rangkuman. Beberapa penjelasan yang ada didalam buku ini sedikit membuat pembaca yang masih awam harus berfikir keras untuk memahaminya, dikarenakan terdapat beberapa kosakata yang harus dicari artinya dalam KBBI. Dalam laporan ini, saya berusaha untuk menjelaskan beberapa kata yang rumit tersebut, jika saya tuliskan kata tersebut, disampingnya akan saya beri sinonimnya.


BAB I.1. Masyarakat Indonesia

Pada sub-bab pertama dijelaskan tentang Masyarakat Indonesia, berisi tentang berbagai macam definisi masyarakat. Diantaranya dari tokoh Hendropuspito OC, Muthahhari, Sudikan, dan masih banyak lagi. Hendropuspito OC (1989:75), memdefinisikan bahwa masyarakat merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat, bekerja sama dalam kelompok, dan memiliki tujuan bersama yang akan dicapai. Kemudian  Muthahhari (1998: 15),  menyatakan bahwa suatu kelompok manusia yang dibawah tekanan serangkaian kebutuhan, dipengaruhi kepercayaan, ideal, tujuan tersatukan dan terlebur dalam serangkaian kesatuan kehidupan bersama. 

Setelah dijelaskan beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli, barulah muncul pengertian masyarakat Indonesia yang disebut sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 dan juga  juncto/berhubungan/berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. Menurut Kusumahamidjojo (2000: 30), untuk bisa disebut masyarakat Indonesia, harus memiliki empat kriteria, yaitu (1) berproses dalam yuridiksi NKRI dan mengakui kenyataan nomor dua, (2) tidak hanya suku yang bertempat tinggal diasal tempat suku berada, tetapi juga termasuk pada salah satu suku, mereka yang pernikahan silang dan bertempat tinggal di kota, (3) Orang dari dalam maupun negara lain yang bertempat tinggal menetap di Indonesia, dan (4) Warga Negara Indonesia yang sementara berada di negara lain.  

Akan tetapi konsep yang diajukan oleh Kusumahamidjojo masih berwujud percampuran terhadap sosiologis-antropologis, pada komponen pertama dan kedua. Kemudian beliau mengeluarkan pendapat lagi bahwa masyarakat tidak dapat bisa ada tanpa kebudayaan dan kebudayaan akan ada jika diciptakan oleh masyarakat.


BAB I.2. Struktur Masyarakat Indonesia

Pada sub-bab kedua, dijelaskan tentang struktur masyarakat Indonesia. Disebutkan bahwa struktur masyarakat Indonesia memiliki corak majemuk. Disebutkan pada bab kedua ini konsep dari Clifford Geertz, bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi dalam beberapa sub-sistem, berdiri sendiri dan diikat oleh ikatan yang primordialis. Hal ini terbukti bahwa Negara Indonesia memiliki banyak suku bangsa, yaitu 1/5 dari jumlah keseluruhan suku bangsa yang ada di dunia. Disebutkan juga beberapa aspek kemajemukan masyarakat, yaitu horizontal dan vertikal. Perbedaan horizontal contohnya adalah perbedaan bahasa daerah dari suku bangsa satu dengan bangsa lainnya, tidak ada yang lebih baik. Kemudian faktor vertikal contohnya adalah perbedaan yang dapat diukur dari kualitasnya, tingkat ekonomi tinggi, menengah, dan rendah, akan menghasilkan tingkat pendidikan yang berkualitas tinggi, menengah, dan rendah pula.


BAB I.3. Kemajemukan Etnik di Indonesia

Selanjutnya pada sub-bab ketiga, menjelaskan tentang kemajemukan etnik di Indonesia. Pada sub-bab kedua sebenarnya sudah dibahas pengertian kemajemukan tersebut. Sehingga bagian ketiga ini hanya bersifat mempertegas saja. Saya langsung membahas, kemajemukan di Indonesia diakui setelah adanya Sumpah Pemuda pada tahun 1928, sehingga setiap orang menyadari dari mana mereka berasal dan juga mendorong munculnya nusa, bangsa, dan bahasa yang sama sebagai pemersatu. Akibatnya tidak hanya memperkokoh integrasi antar suku bangsa, akan tetapi dapat memberikan rasa aman, nyaman, terlindungi. Para pemimpin negara majemuk menyadari bahwa kapan saja bisa terjadi konflik, persatuan antara banyak suku bangsa seakan-akan seperti bom waktu yang suatu saat akan meledak. Koentjaraningrat berpendapat bahwa upaya mencegah dan memperkokoh kohesivitas/persatuan antaretnis dapat dicapai melalui peningkatan kesejahteraan secara merata. Selain peningkatan kesejahteraan, keberadaan kebudayaan nasional juga dapat menciptakan perasaan identitas nasional.


BAB I.4. Rangkuman

Pada sub-bab terakhir, berisi rangkuman dari penjelasan-penjelasan sub-bab sebelumnya


NB: Jika kalian mengutip dari artikel ini, sertakan sumbernya ya, kawan. Terima kasih :) 
Hidup mahasiswa!